Video Mesum, Publik Media, dan Agama

Oleh ENJANG MUHAEMIN

Video mesum yang diduga dilakukan artis Luna Maya dan Ariel luar biasa menghebohkan. Bukan hanya menyebar di media internet, tetapi juga telah merambah telepon genggam. Bukan hanya diunduh orang dewasa, tetapi juga banyak ditonton kaum remaja dan anak-anak. 

Realitas itu tentunya membuat kegelisahan dan kegundahan banyak pihak. Bukan hanya orang tua, pendidik, tokoh masyarakat, dan agamawan, tetapi juga elemen masyarakat lainnya yang peduli pada tegaknya norma dan moral masyarakat. Bukan tanpa alasan bila banyak kalangan yang risau. Pasalnya, video mesum sejenis itu, bukan kejadian pertama kali di negeri ini. Berulang, dan berulang tiada henti. Para ‘pemain’ adegan syur semacam itu ‘hebatnya’ lagi banyak dilakukan publik figur yang semestinya menjadi teladan yang baik.

Di tengah tingginya dekadensi moral dan penyakit sosial yang melanda negeri ini, wajar betul bila video mesum yang ‘diperankan’ kaum selebritas dikhawatirkan memiliki dampak buruk yang lebih signifikan. Sebagai publik figur, yang dalam banyak hal ditiru masyarakat dan kerap dijiplak habis kaum remaja, sudah semestinya tahu diri untuk tidak melakukan sikap, ucap, dan perbuatan yang asusila. 

Publik figur, bagaimanapun, harus memiliki tanggung jawab moral dan sosial yang jauh lebih tinggi dibanding manusia lainnya. Ketika seseorang menjadi publik figur sudah semestinya tertanam di dalam dirinya bahwa ia akan menjadi rujukan, ikutan, dan panutan. Karenanya memiliki akhlak dan moral yang baik adalah suatu keharusan yang sejatinya telah tertanam dalam dirinya, dan terejawantahkan dalam kehidupannya.

Perkembangan pesat teknologi komunikasi memang telah menawarkan kemudahan dalam banyak hal. Termasuk pembuatan video mesum, yang bisa ditangani secara cepat dan sederhana oleh pembuat amatir sekalipun. Tidak rumit, juga tidak sulit. Penyebarannya juga amat sangat mudah. Dalam waktu yang singkat, dengan menggunakan internet saja sudah bisa diunduh ribuan orang. Lalu, dengan dibantu media hanphone, maka dalam sekejap pula bisa menyebar ke jumlah yang jauh lebih besar. Bukan hanya oleh masyarakat kota-kota besar di dunia, tetapi juga sampai kampung terpencil di berbagai penjuru negeri. 

Dalam kondisi semacam ini, maka tidaklah mengherankan bila kekhawatiran masyarakat akan dampak buruk video mesum semakin tinggi. Ini memang dapat dimengerti dan dimafhumi. Terlebih bila kita merujuk Instinctive S-R Theory, yang menyebutkan bahwa media menyajikan stimuli perkasa yang secara seragam diperhatikan massa. Stimuli ini membangkitkan desakan, semosi, atau proses lain yang hampir tidak terkontrol oleh individu. Setiap anggota massa memberikan respon yang sama pada stimuli yang datang dari media massa.

Beragam Solusi
Berangkat pada kenyataan dan kekhawatiran masyarakat terkait dengan efek video mesum, tentunya memunculkan beberapa solusi. Beberapa di antaranya yang dapat dilakukan adalah, pertama, penegakan dan pemberian sanksi hukum yang sepadan kepada para pelaku yang secara sengaja membuat dan menyebarkan video mesum tersebut. Dari mulai ‘para pemain’, pembuat, hingga pelaku yang mendistribusikannya. Sanksi hukum menjadi penting agar memunculkan efek jera, dan meminimalisir kemungkinan pihak lain untuk melakukan hal serupa. Video mesum, dengan dalih koleksi pribadi sekali pun, tetap harus mendapat sanksi hukum. “Mereka harus dipenjara karena melanggar norma agama dan undang-undang,” kata Farhat Abbas, pengacara yang juga Ketua LSM Hukum Jamin Rakyat, di Jakarta, Senin (7/6).

Selama ini, para pelaku video mesum umumnya nyaris terbebas dari sanksi hukum. Kondisi ini tentunya akan berimbas pada kemungkinan lahirnya video-video panas lainnya yang mungkin jauh berbahaya. Karenanya, guna melindungi masyarakat dari penyakit moral yang lebih parah, maka memberi sanksi hukum menjadi sangat penting dan tepat. Dan ini menjadi tugas para penegak hukum untuk membendung munculnya video-video asusila lainnya di kemudian hari. 


Penegakan hukum saja tentu tidak cukup. Langkah kedua, adalah tugas dan tanggung jawab orang-orang yang melek teknologi internet. Kelompok ini, memiliki tanggung jawab moral untuk menjadikan internet sebagai media yang bermanfaat. Kita mafhum, internet tak ubahnya pisau bermata dua, sangat tergantung pada siapa dan untuk apa digunakan. Video-video mesum yang didistribusikan melalui media internet, selayak segera diblokir, agar tidak bisa diakses dan diunduh. Teknologi untuk yang satu ini tentunya hanya dikuasai oleh segelintir orang yang melek internet. Di pintu gerbang utama ini pulalah kita gantungkan harapan. 

Langkah ketiga, masyarakat harus turut membendungnya dengan tidak mengunduh dan menyebarkannya. Realitas memang menunjukkan lain. Didorong bermacam motif, dan rasa penasaran yang tinggi, harus diakui yang terjadi justru banyak orang yang bertindak sebaliknya: mengunduhnya. Parahnya lagi, sebagian orang malah turut serta menyebarkannya melalui media handphone. Secara tidak sadar, mereka sebenarnya tengah menyebarkan ‘virus asusila’ yang sesungguhnya mereka khawartirkan. Sikap paradoks ini mestinya tidak terjadi bila kita memiliki komitmen moral untuk membendungnya.

Ketiga langkah di atas akan jauh efektif lagi, bila langkah keempat yakni menanamkan nilai-nilai agama ke dalam diri anak dilakukan sejak dini. Orang tua, pendidik, dan agamawan tidak bisa dengan serta merta bak pemadam kebakaran, yang bertindak hanya ketika terjadi peristiwa. Bila ini yang dilakukan tidak akan banyak manfaatnya. Tindakan preventif jauh lebih penting dan sangat efektif. Benih keagamaan dan nilai-nilai moral yang baik akan membuahkan benteng kekuatan pada diri seseorang. Seberapa hebatnya kekuatan perusak dari luar diyakini tidak akan berpengaruh banyak pada diri orang yang di dalam dirinya telah tertanam nilai-nilai keagamaan secara memadai. 

Benteng Agama
Menanamkan nilai dan norma keagamaan pada diri anak sejak dini adalah suatu keharusan. Karakter dan kepribadian anak yang terbina dengan pendidikan agama yang baik akan mampu membendung beragam pengaruh luar yang merusak. Termasuk video asusila yang kian merisaukan orang tua. Era globalisasi dan kemajuan teknologi komunikasi yang luar biasa pesatnya, tidak mau tidak harus dibarengi dengan penanaman nilai-nilai kegamaan pada diri anak. Anehnya, pandangan ini dianggap klise, dan diabaikan oleh banyak orang tua, dengan dalih sibuk bekerja dan sebagainya. Bila kita tidak peduli dengan akhlak anak, jangan salahkan bila kelak anak-anak kita menjadi bumerang bagi orang tuanya. Karena kita memang telah mengabaikan mereka.

Media dengan segala pengaruhnya, sejatinya akan sangat tergantung pada siapa yang menerimanya. Efek media tidak seragam, sangat tergantung pada ketahanan penerima terpaan media. Efek media tidak selamanya seperti diungkapkan teori jarum hipodermis, yang begitu ‘disuntikkan’ begitu ampuh mempengaruhinya, tetapi sangat tergantung pada tingkat ketahanan penerimanya. Di sinilah peran agama akan memposisikan diri sebagai benteng ketahanan yang ampuh untuk membendung pengaruh luar yang negatif dan konstruktif. 

Carl I. Hovland pernah melakukan beberapa penelitian eksperimental untuk menguji efek film. Ia dan kawan-kawannya menemukan bahwa film hanya efektif dalam menyampaikan informasi, tetapi tidak dalam mengubah sikap. Efek ini tentu harus dimaknai ketika khalayak yang diterpa media itu memiliki ketahanan iman, akhlak dan moral. Dalam konteks ini, kendati memang kita tetap harus membendung peredaran video mesum, namun begitu, pengaruh video semacam itu tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan. Namun sebaliknya, bila orang yang diterpa pesan video itu lemah dalam iman, akhlak, dan moralnya, maka ini yang paling perlu diwaspadai. 

Kini, yang perlu dipertanyakan lebih jauh adalah seberapa besar kita telah mendidik dan menanamkan nilai-nilai agama dan norma masyarakat yang baik kepada anak-anak kita? Bila saja hati dan pikiran anak-anak kita telah kita tanami nilai-nilai agama dengan baik, maka insya Allah, kita akan menuai buah didikan dengan mendapatkan akhlak dan perangai anak yang membanggakan dan membahagiakan. Terpaan media yang bermuatan buruk akan berhasil ia enyahkan dengan baik. Semoga.

Penulis, pemerhati media,
& dosen Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
UIN SGD Bandung.




Diposkan Oleh Kampus Kita Oke -- Lentera Dakwah

Enjang Muhaemin Kesediaan Anda membaca artikel Video Mesum, Publik Media, dan Agama. merupakan kehormatan bagi saya. Anda diperbolehkan mengcopy-paste atau menyebarluaskan artikel ini, dan jangan lupa meletakkan link di bawah ini sebagai sumbernya.

:: SILAKAN KLIK DAN BACA TULISAN LAINNYA ::

Diposting oleh Kampus Kita Oke
Lentera Dakwah Updated at: Sabtu, Juli 24, 2010